Sabtu, 03 Oktober 2009

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN NIFAS

LAPORAN PENDAHULUAN NIFAS

I. PENGERTIAN

Nifas adalah masa yang dimulai setelah melahirkan placenta dan berakhir setelah alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum keadaan hamil. Masa nifas berlangsung selama kira kira 6 minggu (Abdul Bari Syaifuddin, 2000).
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira enam minggu (Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Ne’bnatal, 2001:122 dalam situs http://silvinna.wordpress.com/2008/04/01/infeksi-nifas-post-partum/, 2009)
Masa nifas di definisikan sebagai periode selama dan tepat setelah kelahiran. Namun secara popular diketahui istilah tersebut mencakup 6 minggu berikutnya saat terjadi involusi kehamilan normal (Huges, 1972 dalam buku Williams obstetric, 2005).
Nifas atau puerperium adalah periode waktu atau masa dimana organ-organ reproduksi kembali kepada keadaan tidak hamil. Masa ini membutuhkan waktu sekitar enam minggu (Fairer, Helen, 2001:225 dalam situs http://silvinna.wordpress.com/2008/04/01/infeksi-nifas-post-partum/, 2009)
























II. PATOFISIOLOGI




III. MANIFESTASI KLINIS DAN FISIOLOGIS MASA NIFAS
Pada masa nifas terjadi perubahan dari tubuh ibu kekeadaan sebelum hamil,perubahan tersebut adalah hal yang fisiologis bagi perkembangan manusia sebagai wanita hamil. Perubahan tersebut adalah sebagai berikut
a. Perubahan pada uterus
 Pembuluh darah uterus selama kehamilan mengalami peningkatan darah keuterus ( terutama placenta ) sehingga pembuluh darah menjadi melebar dan membesar. Setelah kelahiran pembuluh darah mengecil dan jum;ahnya berkurang paling tidak mendekati keadaan sebelum hamil

 Involusi korpus uteri
Segera setelah pengeluaran plasenta,fundus korpus uteri yang berkontraksi terletak kira–kira 2 jari dibawah umbilikus. Korpus uteri kini sebagian besar terdiri dari miometrium yang dibungkus lapisan serosadan dilapisi desisua basalis. Setelah 2 hari pertama uterus mulai menyurut, sehingga dalam 2 minggu organ ini telah turun kerongga panggul sejati dan dalam 6 mingggu tercapai ukuran normal uterus. Berat uterus setelah plasenta lahir adalah 1000 gram, seminggu kemudian 500 gram, 2 minggu post partum 375 gram dan pada akhir puerperium 30-50 gram
Involusi ini terjadi dikarenakan masing – masing sel menjadi lebih kecil karena citoplasma yang berlebihan dibuang. Involusi ini disebabkan oleh prosis autolysis yang akhirnya dibuang melalui air kencing berupa aseton atau nitrogen yang sangat tinggi.

 Involusi tempat placenta
Setelah persalinan tempat plasenta merupakan tempat dengan permukaan kasar, tidak rata dan kira – kirasebesar tangan. Luka ini sembuh dengan cepat, pada akhir minggu kedua hanya sebesar 3-4 cm dan pada akhir nifas 1-2 cm. luka bekas plasenta tidak menimbulkan jaringan parut, hal ini disebabkan karena luka ini sembuh dengan cara yang luar biasa yaitu dengan dilepaskannya dari dasar pertumbuhan endometrium baru dibawah permukaan luka.

 Perubahan pada serviks dan SBR ( segmen bawah rahim )
Beberapa hari setelah persalinan, ostium externum dapat dilalui oleh 2 jari, pingggirnya tidak rata dan ada robekan dalam persalinan pada akhir minggu pertama hanya dapat dilalui oleh 1 jari saja dan lingkaran retraksi berhubungandengan bagian atas kanalis servikalis. Luka ini dapat sembuhkarena adanya hiperplasi pada daerah itu, begitu juga dengan vagina lambat laun mencapai ukuran yang normal. Pada minggu ketiga post partum pulih kembali dalam 6 minggu.

 After pain
Pada primigravida uterus cenderung berkontraksi secara tonis pada masa nifas. Uterus sering berkontraksi hebat dalam interval – interval tertentu, terutama pada multi para sehingga menyebabkan nyeri pasca melahirkan, kadang nyeri ini sangat parah sehingga disarankan penggunaan analgesik. Nyeri terutama saat menyusui, dikarenakan pengeluaran hormon oksitosin yang akan mengkontraksikan uterus. Nyeri ini akan hilang pada hari ketiga post partum.

 Lokhia
Pada awal masa nifas peluruhan jaringan desidua menyebabkan keluarnya discarge vagina dalm jumlah bervariasi hal ini disebut lokhea. Secara mikroskopis lokhea terdiri atas eritrosit, serpihan desidua, sel epitel dan bakteri. Setelah beberapa hari pertama setelah melahirkan kandungan darah dalam lokhea cukup berwarna sehingga warnanya merah () setelah 3-4 hari lokhea menjadi memucat ( lokhea serosa ) setelah ±hari ke 10, akibat campuran leukosit dan berkurangnya kandungan cairan, lokhea menjadi putih kekuningan ( lokhea alba ). Lokhea berakhir setelah 2 minggu post partum.
Macam – macam Lochia :
- Lochia rubra (Cruenta ): berisi darah segar dan sisa – sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, verniks kaseosa, lanugo, dam mekonium, selama 2 hari post partum.
- Lochia Sanguinolenta : berwarna kuning berisi darah dan lendir, hari 3 – 7 post partum.
- Lochia serosa : berwarna kuning cairan tidak berdarah lagi, pada hari ke 7 - 14 post partum
- Lochia alba : cairan putih, setelah 2 minggu
- Lochia purulenta : terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk
- Lochiastasis : lochia tidak lancar keluarnya.

 Regenerasi endometrium
Dalm 2-3 hari post partum, sisa desidua berdeferensiasi menjadi dua lapisan. Srtatum superficialis menjadi nekrotik, dan terkelupas bersama lokhea stratum basal yang bersebelahan dengan miometrium tetap utuh dan merupakan sumber pembentukan endometrium baru. Proses regenerasi berlangsung hingga minggu ketiga dan saat itu endometrium telah pulih kembali

b. Perubahan pada tractus urinarius
Kehamilan normal biasanya disertai peningkatan cairan ekstraseluler yang cukup bermakna, dan deurisis masa nifas adalah kebalikannya. Deurisis terjadi pada hari kedua dan kelima. Peningkatan tekanan vena pada setengah bagian bawah tubuh akan berkurang setelah melahirkan dan hipervolumia akan menghilang. Kandung kemih masa nifas mempunyai kapasitas yang bertambah besar dan relatif tidak sensitif terhadap tekanan cairan intravesika. Overdistensi pengosongan tidak sempurna serta urine residual sering dijumpai. Pengaruh anestesi juga dapat menjadi penyebab gangguan pada tractus urinarius ini. Ureter dan pelvis renalis yang mengalami dilatasi akan kembali kekeadaan sebelum haamilmulai dari minggu ke 2-8 post partum

c. Relaksasi muara vaginadan prolapsus uteri
Pada masa nifas, vagina dan muara vagina membentuk lorong yang luas dan berdinding luar. Hal ini berangsur - angsur mengecil ukurannya tapi jarang kembali kebentuk nuli para. Rugas mulai tampak pada minggu ke 3. Himen muncul kembali sebagai kepingan – kepingan kecil jaringan

d. Peritonium dan dinding abdomen
Setelah persalinan dinding perut longgar karena diregang begitu lama, tetapi biasanya pulih dalam 6 minggu. Pemulihannya dapat dibantu dengan olahraga. Selain strie yang berwarna keperakan, dinding abdomen beasanya kembali kekeadaan sebelum hamil. Namun, jika otot – ototnya tetap atonik, dinding abdomen akan tetap kendor


e. Perubahan cairan dan darah
Leukositosis dan trombositosis masih terjadi dalm masa nifas. Hitung leukosit kadang mencapai 30.000/ml yang didominasi oleh granulosit. Kadar Hb dan Ht berfluktuasi sedang. Bila terjadi kehilangan darah dalam jumlah besar berarti angkanya menurun dibawah nilai sebelum persalinan

f. Penurunan berat badan
Penurunan berat badan sekitar 5-6 kg akibat evakuasi uterus dan kehilangan darah yang normal. Biasanya terdapat penurunan lebih lanjut sebesar 2-3 kg melalui diuresis (chesley,1959 dalam buku obstetri williams,2005). Menurut schau berger dkk,1992 dalam buku obstetri williams sebagian besar wanita kembali mencapai berat sebelum hamil adalah 6 bulan setelah bersalin, namun masih kelebihan beratsebesar 1,4 kg

g. Laktasi
Masing – masing payudara terdiri atas 15-24 lobi yang terletak terpisah satu sama lain oleh jaringan lemak, tiap lobus terdiri atas yang menghasilkan air susu. Keadaan buah dada belum mengandung susu, melainkan colostrum yang dihasilkan sebelumnya dan dikeluarkan dengan memijat areola mamae. Colostrum adalah cairan kuning dengan BJ.1,030-1,035 dan reaksinya alkalis



Susunan air susu kurang lebih :
Protein : 1 – 2 %
Lemak : 3 – 5 %
Gula : 6,5 – 8 %
Garam : 0,1 – 0,2 %

1. PERAWATAN IBU SELAMA MASA NIFAS
a) Pengawasan kala IV
Meliputi pemeriksaan
• Pemeriksaan placenta, supaya tidak ada bagian placenta yang tertinggal
• Pengawasan TFU
• Pengawasan perdarahan dari vagina
• Pengawasan konsistensi rahim
• Pengawasan keadaan umum ibu
Pemeriksaan tersebut dilakukan setiap 15 menit dan bila terdapat kelainan misalnya masih terdapat placenta didalam maka harus dikeluarkan, bila kontraksi rahim kurang baik lakukan massage dan diberikan 10 unit pitocin dan 0,2 mg methergin IM, dan jika perlu diberikan IV 0,2 mg methergin dan pitocin infus D5. Bila terdapat perdarahan dan kontraksi balik lakukan pemeriksaan inspekulo.

b) Early ambulation
Penderita post partum sudah diperbolehkan bangun dari tempat tidur dalam 24-48 jam pp. menurut penelitian early ambulation tidak mempunyai pengaruh yang buruk. Tidak menyebabkan perdarahan yang abnormal, tidak mempengaruhi penyembuhan luka episiotomi atau luka diperut, tidak memperbesar kemungkinan prolaps
Keuntungan dari early ambulations
• Ibu merasa lebih sehat dan kuat
• faal usus dan kandung kencing lebih baik
• memungkinkan diajarkannya kepada ibu tentang memelihara anaknya
• ekonomis

c) Perawatan vulva
Klien atau ibu diajarkan membasuh vulva dari depan kebelakang, perinium dapat dikompres dengan es untuk mengurangi edema dan nyeri pada jam pertama setelah reparasi episiotomi. Mulai 24 jam setelah persalinan, mandi berendam dapat digunakan untuk mengurangi nyeri lokal jika tidak ada komplikasi




d) Fungsi kandung kemih
Oksitosin dalam dosis yang memiliki efek anti diuretik biasanya diinfuskan setelah persalinan pervaginam. Setelah infus dilepas secara mendadak sering terjadi pengisian cepat kandung kemih. Untuk mencegah overdistended diperlukan pengamatan yang ketat setelah persalinan. Bila wanita belum berkemih selama 4 jam setelah melahirkan, ada kemungkinan ia tidak dapat melakukannya. Kadang – kadang diperlukan kateter yang terviksasi untuk mencegah overdistended.

e) Fungsi pencernaan
Kadang – kadang hilangnya motilitas usus tidak lebih merupakan suatu konsekuensi yang diharapkan setelah pemberian enema yang akan membersihkan saluran cerna dengan efisienbeberapa jam sebelum melahirkan. Dengan ambulasi dan pemberian makanan secara dini, konstipasi menjadi jauh lebih berkurang.

f) Ketidaknyamanan pasca persalinan
Nyeri berasal dari luka episiotomi maupun sc laserasi, pembengkakan payudara dan nyeri kepala pasca tusukan analgesi spinal juga menjadi penyebab ketidaknyamanan pada ibu.pemberian analgesi berupa kodein, aspirin atau asetaminofen 500 mg/3jam selam beberapa hari perta akan sangat membantu.pemberian kompres es, analgesiklokal bisa dilakukan setelahnya

g) Relaksasi dinding abdomen
Olahraga untuk mengembalikandinding abdomen boleh dimulai setelah persalinan pervaginam dan setelah nyeri berkurang. Latihannya dapat menggunakan kegel maupun abdomen

h) Diet
Tidak ada pantangan makan bagi wanita post partum, penambahan kalori diperlukan untuk wanita menyusui.

i) Imunisasi
Wanita yang tidak mengalami iso imunisasi dan bayinya berbeda dengan ibunya diberikan 350 mg imunoglobulin ant-Rh. Wanita yang belum kebal terhadap rubela dianjurkan mendapat vaksin sebelum pulang.

j) Kontrasepsi
Berikan KIE pada ibu dan pasangannya tentang waktu dan penggunaan kontrasepsi yang sesuai dengan keadaan ibu dan bayi.


IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Hemoglobin/ hematokrit
• Darah lengkap
• Urinalisis



V. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Gangguan rasa nyaman (Nyeri) berhubungan dengan trauma mekanis, edema atau pembesaran jaringan atau distensi, efek-efek hormonal.
b. Perubahan eleminasi urin berhubungan dengan efek-efek hormonal (perpindahan cairan atau peningkatan aliran plasma darah), trauma mekanis, edema jaringan, efek-efek anastesi.
c. Resiko konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot(diastesis rekti), efek-efek progesteron, dehidrasi, kelebihan analgesik atau anastesia, diare pra persalinan, kurang masukan, nyeri parineal atau rektal
d. Perubahan proses keluarga b/d kurangnya pengetahuan tentang cara merawat bayi.


VI. INTERVENSI
a. Dx 1. Gangguan rasa nyaman (Nyeri) berhubungan dengan trauma mekanis, edema atau pembesaran jaringan atau distensi, efek-efek hormonal.
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1 X 24 jam diharapkan nyeri dapat berkurang.
Kriteria hasil : Klien mengetahui tentang penyebab nyeri.
Klien menggungkapkan ketidak nyamanan.
Klien dapat melakukan teknik relaksasi.
Intervensi :
1. Kaji lokasi, sifat, derajat ketidak nyamanan, jenis melahirkan, sifat kejadian itra partal, lama persalianan, pemberian anastesia atau analgesia dan skala nyeri (0-10).
R/ Membantu mengidentifikasi faktor-faktor yang memperberat ketidak nyamanan atau nyeri.
2. Kaji perbaikan epifisiotomi atau laserasi, evaluasi penyatuan perbaikan luka;perhatikan adanya edema atau hemoroid.
R/ Trauma dan edema meningkatkan derajat ketidaknyamanan dan dapt menyebabkan stress pada garis jahitan.
3. Berikan kompres dingin atau es
R/ Kompres dingin atau es memberikan anastesia lokal, meningkatkan vasokontriksi dan menurunkan edema.
4. Kaji adanya tremor pada kaki atau tubuh atau gemetaran yang tidak terkontrol. Tempatkan selimut hangat pada pasien.
R/ Tremor pasca kelahiran (mengigil) mungkin disebabkan karena bebas dari tekanan pada nervus pelvis secara tiba-tiba atau mungkin berhubungan dengan tranfusi janin ke ibu yang terjadi dengan pemisahan plasenta. Selimut yang hangat dapat meningkatkan relaksasi otot dan persaan nyaman.
5. Masase uterus dengan perlahan sesuai indikasi. Catat adanyan faktor-faktor yang memperberat hebatnya frekuensi afterpain.
R/ Masase perlahan meningkatkan kontraktilitas tetapi tidak seharusnya menyebabkan ketidak nyamanan berlebihan. Multipara, distensi uterus berlebihan, rangsangan oksitosin dan menyusui meningkatkan derajat afterpain berkenaan dengan kontraksi miometrium.
6. Anjurkan penggunaan teknik pernafasaan atau relaksasi
R/ Meningkatkan rasa kontrol dan dapat menurunkan beratnya ketidak nyamanan berkenaan dengan afterpain (kontraksi) dan masase fundus.
7. Kolaborasi pemberian anlgesik sesuai kebutuhan
R/ Analgesik bekerja pada pusat otak lebih tinggi untuk menurunkan presepsi nyeri.

b. Dx 2. Perubahan eleminasi urin berhubungan dengan efek-efek hormonal (perpindahan cairan atau peningkatan aliran plasma darah), trauma mekanis, edema jaringan, efek-efek anastesi.
Tujuan :Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1 X 24 jam diharapkan peningkatan pengisian atau distensi kandung kemih,perubahan pada jumlah atau frekuensi berkemih dapat berkurang.
Kriteria hasil : klien mengerti tentang penyebab gangguan perkemihan
Klien dapat merasakan sensasi saat ingin berkemih
Intervensi :
1. Kaji masukan cairan dan haluaran urin terakhir. Catat masukan cairan itrapartal dan haluaran urin dan lamannya persalinan.
R/ Pada periode pasca partal awal, kira-kira 4 kg cairan hilang melalui haluaran urin dan kehilangan tidak kasat mata termasuk diaforesis. Persalinan yang lama dan penggantian cairan yang tidak efektif mengakibatkan dehidrasi.
2. Palpasi kandung kemih. Pantau tinggi fundus dan lokasi serta jumlah aliran lokhia.
R/ Aliran plasma ginjal yang meningkatkan 25%- 50% selama periode pranatal tepat tinggi pada minggu pertama pascapartum. Distensi kandung kemih yang dapat di kaji dengan derajat perubahan posisi uterus menyebabkan peningkatan relaksasi uterus dan aliran lokhia.
3. Perhatikan adanya edema atau laserasi/ episiotomi dan jenis anatesia yang digunakan.
R/ Trauma kandung kemih atau uretra atau edema dapat mengganggu berkemih. Anastesia dapat menggangu sensasi penuh pada kantung kemih.



4. Tes urin terhadap albumin dan aseton.
R/ Aseton dapat menandakan dehidrasi yang dihbungkan dengan persalinan lama atau kelahiran.
5. Anjurkan berkemih dalam 6-8 jam pasca partum dan setiap 4 jam setelahnya.
R/ Kandung kemih penuh mengganggu motilitas dan involusi uterus dan meningkatkan aliran lokhia. Distensi berlebihan kandung kemih dalam waktu lama dapat merusak dinding kandung kemih dan mengakibatkan atoni.
6. Instruksikan klien untuk melakukan latihan kegel setiap hari setelah efek-efek anastesia berkurang.
R/ Lakukan latihan kegel 100 kali per hari untuk meningkatkan sirkulasi pada perinium, membantu menyembuhkan dan memulihkan tonus otot pubokoksigeal dan mencegah atau menurunkan inkontinen stress.
7. Anjurkan minum 6-8 gelas cairan per hari.
R/ Membantu mencegah stasis dan dehidrasi, mengganti cairan waktu melahirkan.
8. Kaji tanda-tanda ISK (misalnya : Rasa terbakar pada saat berkemih, peningkatan frekuensi, urin keruh)
R/ Stasis, hygine buruk dan masuknya bakteri dapat membuat kecenderungan klien terkena ISK.
9. Kolaborasi:
• Katerisasi dengan menggunakan kateter lurus atau indwelling sesuai indikasi.
R/ untuk mengurangi distensi kandung kemih, untuk memungkinkan involusi uterus dan mencegah atoni kandung kemih karena distensi berlebihan.
• Dapatkan spesimen urin bila klien mempunyai gejala-gejala ISK.
R/ Adanya bakteri atau kultur dan sensitivitas positif adalah diagnosis untuk ISK.
• Pantau hasil tes laboratorium seperti BUN, urine 24 jam, klirens kreatinin dan asam urat sesuai indikasi.
R/ Saat kadar steroid menurun mengikuti kelahiran, fungsi ginjal yang ditunjukan oleh BUN dan klirens kreatinin mulai kembali normal dalam 1 minggu.

c. Dx 3. Resiko konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot(diastesis rekti), efek-efek progesteron, dehidrasi, kelebihan analgesik atau anastesia, diare pra persalinan, kurang masukan, nyeri parineal atau rektal.
Tujuan : Pola eleminasi (BAB) teratur.
Kriteria hasil :
• feses lunak dan warna khas feses, bau khas feses
• tidak ada kesulitan BAB
• tidak ada feses bercampur darah dan lendir
• konstipasi tidak ada.
• Pola eleminasi teratur

Intervensi :
1. Kaji pola BAB, kesulitan BAB, warna, bau, konsistensi dan jumlah.
R/ Mengidentifikasi penyimpangan serta kemajuan dalam pola eleminasi (BAB).
2. Anjurkan ambulasi dini.
R/ Ambulasi dini merangsang pengosongan rektum secara lebih cepat.
3. Anjurkan pasien untuk minum banyak 2500-3000 ml/24 jam.
R/ Cairan dalam jumlah cukup mencegah terjadinya penyerapan cairan dalam rektum yang dapat menyebabkan feses menjadi keras.
4. Kaji bising usus setiap 8 jam.
R/ Bising usus mengidentifikasikan pencernaan dalam kondisi baik.
5. Pantau berat badan setiap hari.
R/ Mengidentifiakis adanya penurunan BB secara dini.
6. Anjurkan pasien makan banyak serat seperti buah-buahan dan sayur-sayuran hijau.
R/ Meningkatkan pengosongan feses dalam rektum.

d. Dx 4 Perubahan proses keluarga b/d kurangnya pengetahuan tentang cara merawat bayi.
Tujuan : Gangguan perubahan proses keluarga tidak ada
Kriteria hasil : Ibu dapat merawat bayi secara mandiri (memandikan, menyusui).
Intervensi :
1. Beri kesempatan ibu untuk melakukan perawatan bayi secara mandiri.
R/ Meningkatkan kemandirian ibu dalam perawatan bayi.
2. Libatkan suami dalam perawatan bayi.
R/ Keterlibatan bapak/suami dalam perawatan bayi akan membantu meningkatkan keterikatan batih ibu dengan bayi.
3. Latih ibu untuk perawatan payudara secara mandiri dan teratur.
R/ Perawatan payudara secara teratur akan mempertahankan produksi ASI secara kontinyu sehingga kebutuhan bayi akan ASI tercukupi.
4. Motivasi ibu untuk meningkatkan intake cairan dan diet TKTP.
R/ Meningkatkan produksi ASI.
5. Lakukan rawat gabung sesegera mungkin bila tidak terdapat komplikasi pada ibu atau bayi.
R/ Meningkatkan hubungan ibu dan bayi sedini mungkin.












DAFTAR PUSTAKA



http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/05/04/masa-nifas diakses 30 maret 2009 pukul 22.00 WIB

http://silvinna.wordpress.com/2008/04/01/infeksi-nifas-post-partum diakses 30 maret 2009 pukul 22.00 WIB

Liewellyn, Jones. 2001. dasar – dasar obstetric dan genikologi. Jakarta : Hipokrates

Mary Hamilton, persis. 2002. Dasar-dasar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC

YBPSP. 2002. Ilmu kebidanan . Jakarta : Tridasa printer

Asuhan keperawatan maternitas

ASUHAN KEPERAWATAN PERSALINAN FISIOLOGIS

A. DEFINISI
• Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks dan janin turun ke dalam jalan lahir. (Prawirohardjo, 2001)
• Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin. (Sarwono Prawirohardjo, 2002)
• Persalinan adalah persalinan pada presentasi belakang kepala dengan lama kala I antara 8 – 14 jam dan berakhir dengan kelahiran bayi tanpa memerlukan bantuan alat (vakum atau cunam). (Faris Afansa M, 2003)
• Persalinan adalah proses alamiah dimana terjadi dilatasi serviks, lahirnya bayi dan plasenta dari rahim ibu ( Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2003)
• Persalinan normal adalah persalinan yang:
 Terjadi pada kehamilan aterm (bukan premature atau post matur)
 Mempunyai onset yang spontan (tidak di induksi)
 Selesai setelah 4 jam dan sebelum 24 jam sejak saat awitannya (bukan partus presipitatus atau partus lama)
 Mempunyai janin (tunggal) dengan presentasi vertex (puncak kepala) dan siput pada bagian anterior pelvis
 Terlaksana tanpa bantuan artificial (seperti forceps)
 Tidak mencakup komplikasi (seperti perdarahan hebat)
 Mencakup kelahiran plasenta yang normal
(Helen Farrer, 2001)

Kesimpulan:
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin, plasenta dan selaput ketuban) yang sudah/ hampir cukup bulan melalui jalan lahir atau jalan lain baik secara spontan maupun abnormal (dengan bantuan alat atau tindakan operatif)


B. PATOFISIOLOGI



C. MANIFESTASI KLINIS
• Persalinan dibagi 4 kala yaitu:
1. Kala I atau Kala Pembukaan
Dimulai dari his persalinan yang pertama sampai pembukaan serviks menjadi lengkap dan terdapat pengeluaran lender bercampur darah ( bloody show). Proses pembukaan servik dibedakan menjadi 2 fase, antara lain:
a. Fase Laten
Pembukaan berlangsung lambat ( ≤ 8 jam) sampai mencapai pembukaan 3 cm. His terjadi ≥ 2x/ 10 menit dengan lama ≥ 20 detik
b. Fase Aktif
Berlangsung lebih cepat ( 6 jam) sampai mencapai pembukaan lengkap ( 10 cm). dibagi menjadi 3 sub fase:
1) Fase akselerasi: berlangsung 2 jam pembukaan menjadi 4 cm. His terjadi 2 – 3x/ 10 menit dengan lama ≤ 40 detik
2) Fase Dilatasi Maksimal: selama 2 jam pembukaan berlangsung cepat menjadi 9 cm. His terjadi 3 – 4x/ 10 menit dengan lama ≥ 40 detik
3) Fase Deselerasi: berlangsung lambat, dalam waktu 2 jam pembukaan menjadi 10 cm atau lengkap. His terjadi 4 – 5x/ 10 menit dengan lama 45 – 50 detik
2. Kala II atau Kala Pengeluaran
Dimulai dari pembukaan lengkap ( 10 cm) sampai dengan lahirnya bayi. Pada kala II his terkoordinir, kuat, cepat dan lebih lama, kira-kira 2-3 menit sekali. Dengan kekuatan his dan mengejan ibu, janin terdorong keluar sampai lahir. Kala II pada primigravida berlangsung rata-rata 1,5-2 jam dan pada multigravida rata-rata ½-1 jam.
Tanda dan gejala persalinan kala II meliputi:
 Adanya dorongan meneran
 Ibu terasa ada tekanan pada rectal dan anus
 Terlihat perenium menonjol
 Terlihat vulva membuka
3. Kala III atau Kala Uri
Dimulai dari lahirnya bayi sampai dengan lahirnya plasenta. Dibagi menjadi 2 tahap yaitu:
 Tahap pelepasan plasenta: setelah bayi lahir, uterus mengecil dan menebal, teraba fundus uteri setinggi pusat. Pengecilan uterus menyebabkan tempat perlekatan plasenta di dinding uterus menjadi lebih kecil sehingga plasenta menebal kemudian terlepas dari dinding uterus. Terjadi dalam waktu 5-10 menit setelah lahir.
 Tahap pengeluaran plasenta: setelah plasenta lepas, kontraksi dan retraksi rahim mendorong plaseenta ke dalam segmen bawah rahim atau ke bagian atas vagina. Dari sini, plasenta didorong keluar dengan kekuatan mengejan ibu. Biasanya terjadi dalam 5-30 menit setelah bayi lahir.
4. Kala IV
Merupakan kala pengawasan selama 1-2 jam setelah bayi dan plasenta lahir untuk menghantisipasi keadaan ibu terhadap tanda-tanda bahaya terutama perdarahan post partum. Observasi yang dilakukan yaitu:
 Tingkat kesadaran ibu
 Pemeriksaan tanda-tanda vital
 Kontraksi uterus
 Perdarahan

• Tanda-tanda Persalinan
1) Tanda persalinan sudah dekat
a. Lightening atau setting atau dropping yaitu kepala turun memasuki PAP terutama pada primigravida, pada multigravida tidak begitu kelihatan.
b. Perut kelihatan melebar
c. Perasaan sering atau susah kencing karena kandung kemih tertekan oleh bagian bawah terbawah janin
d. Persaan sakit perut dan di pinggang oleh adanya kontraksi lemah dari uterus, kadang disebut “False Labor Pains”
e. Serviks menjadi lembek, mulai mendatar dan sekresinya bertambah bias bercampur darah ( bloody show)
f. Terjadi nyeri disertai pengeluaran lender ( penutup serviks dikeluarkan) dan bisa juga campur darah ( bloody show)
g. His pandahuluan ( nyeri hanya pada perut bagian bawah, lamanya pendek, tidak bertambah kuat dengan majunya waktu, tidak ada pengaruh pada pendataran atau pembukaan serviks, dibawa berjalan tidak bertambah kuat malahan semakin berkurang)
2) Tanda-tanda persalinan ( inparta)
1. Rasa ssakit oleh adanya his yang datang lebih kuat, sering dan teratur
2. Keluar lender bercampur darah ( bloody show) yang lebih banyak karena robekan kecil pada serviks
3. Kadang-kadang ketuban pecah dengan ssendirinya
4. Pada pemeriksaan dalam, serviks mendatar, pembukaan telah ada.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Vagina
Pemeriksaan vagina dilakukan untuk mengkaji lima factor: (1) dilatasi servix, kelunakan dan pembukaan; (2) status membran amnion; (3) presentasi; (4) posisi; (5) stasion.
2. Pemeriksaan Laboratorium
• Hb normal = 11,4 – 15,1 gr/dl
• Golangan darah = A,B,AB & O
• Faktor RH = +/-
• Waktu pembekuan
Protein Urine
Urine reduksi
3. Pemeriksaan USG





E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola napas tidak efektif b.d kelelahan,penggunaan energi berlebihan
2. Nyeri b.d kontraksi rahim & regangan pada jaringan
3. Penurunan cardiak out put b.d peningkatan kerja jantung sekunder penggunaan energi berlebih.
4. Resiko terjadi gangguan kesimbangan cairan b.d perdarahan banyak
5. Resiko terjadi infeksi b.d adanya luka episiotomi.

F. INTERVENSI KEPERAWATAN
Dx. 1. Pola napas tidak efektif b.d penggunaan energi berlebihan
Tujuan : Pola napas tidak terganggu/kembali efektif.
• Observasi TTV selama jalannya persalinan
R/ Deteksi dini keadaan klien sehingga dapat dilakukan tindakan secara tepat & cepat.
• Dampingi klien & berikan dorongan mental selama perslinan
R/ Mengurangi kecemasan sehingga klien dapat mengatur pernapasan scr benar
• Ajarkan tehnik pernapasan yg benar saat kontraksi
R/ Meningkatkan cadangan oksigen & tenaga
• Ajarkan cara mengedan yg benar
R/ Agar klien dpt menghemat energi & melahirkan bayinya dng cepat.

Dx. 2. Nyeri b.d kontraksi rahim & regangan jaringan
Tujuan : Nyeri berkurang/hilang.
• Observasi skala nyeri dengan skala 1 – 10, intensitas & lokasi
R/ Mengetahui tingkat nyeri & ketergantungan klien serta kualitas nyeri
• Ajarkan tehnik relaksasi & menarik napas panjang
R/ Meningkatkan relaksasi & rasa nyaman
• Berikan penjelasan ttg penyebab nyeri & kapan hilangnya
R/ Meningkatkan pengetahuan sehingga mengurangi kecemasan,klien menjadi kooperatif
• Ajarkan cara mengedan yg benar jika pembukaan sudah lengkap
R/ Mengurangi kelelahan & mempercepat proses persalinan.
• Anjurkan klien u/ istirahat miring kiri jika tdk sedang kontraksi
R/ Mengurangi penekanan vena cava, meminimalkan hipoksia jaringan.


Dx. 3. Penurunan Cardiak output b.d peningkatan kerja jantung
Tujuan : Cardiak out put dalam batas normal, TD= 120/80 mmHg,Nadi=80 x/mnt
• Observasi TTV
R/ Mengetahui perkembangan/perubahan yg terjadi pada klien
• Observasi perubahan sensori
R/ Mengetahui ketidak adekuatan perfusi cerebral.
• Observasi penggunaan energi & irama jantung
R/ Mengetahui tingkat ketergantungan klien.

Dx. 4. Resiko terjadi infeksi b.d adanya luka episiotomi
Tujuan : Tidak terkadi infeksi
• Observasi TTV & tanda-tanda infeksi
R/ Deteksi dini terhadap kemungkinan terjadinya infeksi sehingga segera diatasi.
• Lakukan vulva hygiene 2 x sehari (pagi – sore)
R/ Luka kotor mempengaruhi proses penyembuhan
• Anjurkan klien u/ menganti pembalut setiap habis kencing atau kotor
R/ Kebersihan mempercepat proses penyembuhan & mencegah masuknya organisme.
• Anjurkan klien u/ segera mobilisasi (duduk,berdiri & jalan serta menyusui bayinya )
R/ Mencegah sisa perdarahan/kotoran membendung dng mobilisasi sisa kotoran dpt keluar sehingga mempercepat proses penyembuhan disamping itu mem-perlancar sirkulasi darah keluka.

DAFTAR PUSTAKA

Anfasa, Farid M, dkk. 2003. Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: POGI

Carpenito,Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC

Doenges, Marilynn E. 2001. Rencana perawatan maternal/bayi : Pedoman untuk perencanaan dan dokumentasi perawatan klien. Jakarta:EGC

Llewellyn, Jones.2001. Dasar-Dasar Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Hipokrates

Prawirohardjo. (2001). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Tridasa Printer

Manuaba. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
Tentang
HERNIA DAN ILEUS










PEMBIMBING : dr. Asro’ Abdih.


PRODI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MUHAMMADIYAH LAMONGAN
2008

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmatNya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Pada kesempatan kali ini penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Virgianti Nur Faridah, S.Kep.Ns, selaku PJMK Keperawatan Medikal Bedah sekaligus membimbing penulis, sehingga terselesaikannya penulisan makalah ini.
2. dr. Asro’ Abdih selaku pembimping tim penulis.
3. Teman-teman S1 Keperawatan yang telah memberikan dorongan dan motivasi serta pihak-pihak yang telah membantu penulisan makalah ini.
Penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh daripada sempurna, oleh karena itu, penulis mengharap kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua, khususnya S1 keperawatan.



Lamongan, 17 Januari 2008


Penulis







DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan 2

BAB II PEMBAHASAN
1. Pengertian Hernia 3
2. Klasifikasi Hernia 3
3. Pengertian Ileus 7
4. Klasifikasi Ileus 8
5. Patofisiologi Obstruksi Usus 10
6. Manifestasi Obstruksi Usus 10
7. Pemeriksaan Diagnostik Obstruksi Usus 11
8. Penatalaksanaan Obstruksi Usus 11

BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan 13
B. Saran 13

DAFTAR PUSTAKA







BAB I
PENDAHULUAN


A. LATAR BELAKANG

Pada penyakit hernia dan ileus banyak masyarakat yang masih belum bisa membedakan atau mengetahui sejak dini tentang kedua penyakit ini. Dimana kedua penyakit ini diderita oleh semua jenis kelamin dan umumnya pada lanjut usia karena penurunan semua fungsi organ atau juga pada dewasa muda yang mengalami obesitas

Tidak hanya pada laki-laki wanitapun juga dapat mengalami hernia oleh karena itu disini penulis akan mengupas lebih dalam mengenai kedua penyakit ini


B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah Pengertian Dari Hernia ?
2. Apasajakah Klasifikasi Dari Hernia?
3. Apakah Pengertian Dari Ileus ?
4. Apasajakah Klasifikasi Dari Ileus?
5. Apasajakah Manifestasi Obstruksi Usus ?
6. Bagaimanakah Peneriksaan Diagnostic Dari Obstruksi Usus ?
7. Bagimankah Patofisiologi Obstruksi Usus ?
8. Bagaimanakah Penatalaksanaan Obstruksi Usus ?






C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
mahasiswa mampu memehami dan menjelasakan tentang hernia dan ileus

2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui Pengertian Dari Hernia
2. Dapat Menyebutkan Klasifikasi Dari Hernia
3. Mengetahui Pengertian Dari Ileus
4. Dapat Menyebutkan Klasifikasi Dari Ileus
5. Mengetahui Manifestasi Obstruksi Usus
6. Mengetahui Peneriksaan Diagnostic Dari Obstruksi Usus
7. Mengetahui Patofisiologi Obstruksi Usus
8. Mengetahui Penatalaksanaan Obstruksi Usus

















BAB II
PEMBAHASAN

1. HERNIA

PENGERTIAN HERNIA
Hernia adalah prostrusi dari organ melalui lubang defektif yang didapat atau kongenital pada dinding rongga yang secara normal berisi organ. Istilah hernia berasal dari bahasa Yunani “ERNOS” yang berarti penonjolan.
Hernia inguinalis lateralis ialah hernia yang melalui anulus inguinalis internus yang terletak disebelah lateral vasa epi, gastrika interior, menyusuri kondisi inguinalis dan keluar kerongga perut melalui inguinalis eksternal (Arief mansjoer, 2000).

KLASIFIKASI HERNIA
Bila ditinjau dari letaknya, hernia dibagi menjadi 2 golongan :
1. Hernia eksterna.
Hernia yang tonjolannya tampak dari luar yaitu hernia inguinalis lateralis (indirek), hernia inguinalis medialias (direk), hernia femoralis, hernia umbilikalis, hernia supra umbilikalis, hernia sikatrikalis, dan lain – lain.
Macam-macam hernia eksterna
1. hernia inguinalis
a. hernia inguinal indirek
Merupakan suatu penonjolan peritoneum, dengan atau tanpa visera abdomen, melalui anulus inguinalis profundus. Cacat adalah kongenital dan diakibatkan karena prosesus vaginalis peritonei yang persisten. Hernia mungkin sudah nampak sejak bayi, atau mungkin baru terlihat kemudian hari, tetapi kebanyakan sudah didiagnosis sebelum pasien mencapai usia 50 tahun. Hernia indirek pada bayi lelaki sering mengakibatkan kriptorkismus dan hidrokel. Hernia inguinalis indirek lebih banyak ditemukan pada laki-laki dari pada wanita, tetapi meskipun demikian merupakan jenis hernia pangkal paha yang sering terjadi pada wanita.
b. hernia inguinal direk
Merupakan penonjolan melalui segitiga hessebach yang disebelah inferior dibatasi oleh ligamentum inguinale, sedangkan sebelah lateraldan superior oleh pembuluh epigastria inferior dan medial oleh pinggir otot rektus. Hernia direk merupakan melemahnya fascia ternsveralis pada akuesita dasar kanalis inguinalis. Sering kali bilateral, dan ada kaitannya dengan usia lanjut, kegemukan, batuk yang terus menerus dan keadaan lain yang secara kronis dapat menimbulkan tekanan intraabdominal.
2. hernia femoralis
Pada jenis hernia ini kantung masuk kedalam kanalis femoralis pada sisi medial dari vena femoralis bawah ligamentum inguinale. Kantungnya akan melengkung anterior dan superior disekitar ligamen inguinal sehingga berada pada daerah inguinal. Hernia femoralis lebih sering dijumpai pada wanita dari pada pria atau anak-anak
Masa itu teraba atau terlihat disebelah medial atas paha, atau mungkin sampai keatas ligamentum inguinale dimana sulit membedakannya dari hernia inguinalis. Hernia fem,oralis juga harus dibedakn dari limfadenopati dan varises vena saphena.
Karena leher sempit, maka hernia femoralis cenderung mengalami inkarserasi dan strangulasi. Hernia ini sering terlewati pada pasien yang gemuk yang menderita obstruksi usus
3. hernia umbilikalis
Setelah penutupan spontan cincin umbilikalis pada bayi, beberapa orang dewasa lambat laun membentuk pelebaran cincin dan pembentukan hernia umbilikalis. Peningkatan tekanan intraabdominal bertanggung jawab
Hernia didiagnosis dengan inspeksi dan palpasi. Omentum merupakan isi kantung yang paling sering terjadi, walaupun usus terdapat dalam jumlah besar. Strangulasi sering terjadi sebab tidak terdapatnya fasia dan ukuran defek yang kecil
4. hernia epigastrika
Merupakan penonjolan melalui linea alba pada abdomen bagian atas. Suatu massa dapat teraba pada garis tengah atau tepat disebelah kiri garis tengah. Banyak hernia epigastrika adalah asimptomatik, tetapi hernia ini dapat merupakan sumber rasa sakit dan gejala-gejala gastrointestinal yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya
5. hernia insisional
Dihisensi fasnia pada insisi abdomen mengakibatkan hernia. Infeksi, kesalahan teknik, dan penyakit yang berkaitan (obesitas, malnutrisi) merupakan hernia insisional yang paling sering terjadi. Dihisensi mungkin merupakan peristiwa yang dramatis pada masa dini post operatif
Hernia insisional merupakan penonjolan yang menimbulkan rasa tidak enak dan tidak sedap dipandang, yang cenderung mengalami inkarserasi dan strangulasi, khususnya bila defek kecil
6. hernia lain-lain
a. hernia spigel
Merupakan hernia melalui linea semilunaris. Tempat yang paling sering adalah abdomen bagian bawah pada perbatasn linea semilunaris dan linea semisirkulatis douglas
b. hernia lumbalis
Merupakan hernia melalui salah satu trigonum lumbale pada dinding posterior abdomen
c. hernia littre
Keanehan hernia ini adalah bahwa hernia ini merupakan hernia abdominalis eksterna yang hanya mengandung divertikum meckel




2. Hernia interna
Hernia yang tonjolannya tidak tampak dari luar, yaitu hernia obturatorika, hernia diafragmatika, hernia foramen Winslowi dan hernia ligamen treitz.
 Hernia difragmatika
Hernia diafragmatika ialah masuknya sebagian gaster melalui hiatus esofagus dari diafragma kedalam kavum toraksis. Oleh karena itu dapat disebut hiatus hernia. Hal ini dapat terjadi bilamana hiatus esofagus tersebut terlalu lebar. Terlalu lebarnya hiatus tersebut dapat timbul secara kongenital maupun mendaak. Sehingga dapat berakibat sebagian dari lambung masuk kavum toraksis. Pada yang mendadak misalnya oleh karena tekanan intra obdominal yang meninggi. Peninggian tekanan intra obdominal dapt dijumpai pada gravida, obesitas, asites, adanya tumor intra abdominalyang terlalu besar umpamanya pada kista ovarium dan lain-lain. Oleh karena itu lebih sering dijumpai pada kaum wanita dari pada kaum laki-laki dengan perbandingan rata-rata 3 : 1
 Ada dua macam Hernia difragmatika
a. Sliding hernia atau sliding type
- Terjadinya bisa disebabkan bermacam-macam hal diantaranya :
- Esofagus terlalu pendek
- Atau esofagus tertarik keatas
- Dapt juga oleh karena otot-otot dan ligamen disekitar kardia lemah, sehingga kardia masuk ke dalam mediastinum
- Pada sliding hernia seringkali terjadi refluk asam lambung kedalm esofagus, biasa atau serng kali timbul regurgitasi
- Penting diketahui bahwa letak esofagogastrik junction diatas diafragma. Jadi letak gaster yang berupa kantong hernia dikaudal esofagus
b. Rolling hernia atau rolling type
Nama lain dari rolling hernia adalah para hiatal hernia, para esofageal hernia
Di sini letak esofagus pada posisi normal, demikian juga panjang esofagus dalam keadaan normal. Tapi kantung hernia terletak disebelah esofagus. Jadi sebagian dari lambung masuk kedalam rongga dada yaitu sebagai kantumh hernia. Jadi jelas bedanya dengan sliding hernia, di sini esophagogastrik junction tetap di bawah diafragma, dengan kata lain disini terdapt vulvulus parsiel dari lambung
Perbedaan lain ialah : pada rolling hernia, refluk dari asam lambung jarang terjadi. Pada rolling hernia karena kantong hernia menekan esofagus dari belakang, maka tidak akan terjadi regurgitasi. Kemungkinan besar pada rolling hernia seluruh fundus dari gaster masuk kedalam rongga dada

2. ILEUS
A. ILEUS PARALITIK
Ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan dimana usus gatal/ tidak mampu melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya. Ileus paralitik ini bukan suatu penyakit primer usus melainkan akibat dari berbagai penyakit primer, tindakan (operasi) yang berhubungan dengan rongga perut, toksin dan obat-obatan yang dapat mempengaruhi kontraksi otot polos usus
Gerakan peristaltik merupakan suatu aktifitas otot polos usus yang terkoordinasi dengan baik, dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti keadaan otot polos usus, hormon intestinal, sistem saraf simpatik dan para simpatik, keseimbangan elektrolit dsb
Ileus paralitik hampir selalu dijumpai pada pasien pasca operasi abdomen. Keadaan ini hanya berlangsung antara 24-27 jam. Beratnya ileus paralitik pasca operasi bergantung pada lamnya operasi, seringnya manipulasi usus dan lamanya usus berkontak dengan udara luar. Pencemaran peritonium oleh asam lambung, isi kolon , enzim pankreas, darah, dan urin akan menimbulkan paralisis usus. Kelainan retroperitoneal seperti hematome retroperitoneal, terlebih lagi bila disertai fraktur vertebra sering menimbulka ileus paralitik yang berat. Demikian pula pada kelainan pada rongga dada seperti pneumonia paru pada bagian bawah, empiema dan infark miokard dapat disertai para lisis usus. Gangguan elektrolit terutama hipokalemia merupakan penyebab yang cukup sering
Penyakit/ keadaan yang menimbulkan ileus paralitik dapat diklasifikasikan sbb:
1. neurogenik
- pasca operasi
- kerusakan medula spinalis
- keracunan timbal
- kolik ureter
- pankreatitis
- iritasi persarafan splanknikus
2. metabolik
- gangguan keseimbangan elektrolit (terutama hipo kalemia)
- uremia
- komplikasi DM
- penyakit sistemik seperti SLE, sklerosis multipel
3. obat-obatan
- narkotik
- anti kolinergik
- katekolamin
- fenotiasin
- anti histamin



4. infeksi
- pneumonia
- empiema
- peritonotis
- urosepsis
- infeksi sistemik berat lainnya
5. iskemia usus

B. ILEUS OBSTRUKTIF
Obstruksi usus
Obstruksi usus terjadi bila sumbatan mencegah aliran normal dari isi usus melalui saluran usus. Aliran ini dapat terjadi karena 2 tipe
1. Mekanis
Terjadi obstruksi intra mural atau obstruksi mural dari tekanan pada dinding usus. Contoh kondisi ini dapat menyebabkan obstruksi mekanis adalh intososepsi, tumor polipoid dan neoplasma, stenosis, striktur, perlekatan, hernia, dan abses.
2. Fungsional
Muskulatur usus tidak mampu mendorong isi sepanjang usus. Contohnya adalah : amiloidosis, distrofi otot, gangguan endokrin seperti dm, atau gangguan neurologis seperti penyakit parkinson. Ini juga dapat bersifat sementara sebagai akibat dari penanganan usus selama pembedahan
Obstruksi ini dapat bersifat parsial atau komplek. Keperahannya tergangtung pada daerah usus yang terkena, derajat dimana lumen tersumbat dan khususnya derajat dimana sirkulasi darah dindig usus tersumbat.
Kebanayakan obstruksi usus (85%) terjadi dalam usus halus. Perlekatan paling umum menyebabkan obstruksi usus halus (insiden sebanyak 60%) diikuti dengan hernia dan neoplasma. Penyebab lain mencakup intususepsi, volvulus (pemutaran usus) dan ileus paralitik
Kira-kira 15% obstruksi usus terjadi di usus besar, dan kebanyakan ditemukan di sigmoid. Penyebab yang paling umum adalh karsinoma, siverkulitis, gangguan usus inflamasi dan tumor ganas
Macam obstruksi usus
 Obstruksi usus halus
Patofisiologi. Akumulasi isi usus, cairan, dan gas terjadi di daerah atas usus yang mengalami obstruksi. Distensi dan retensi cairan mengurangi absorbsi cairan dan merangsang lebih banyak sekresi lambung. Dengan peningkatan distensi menyebabkan penurunan tekanan kapiler vena dan arteriola. Pada gilirannya hal ini akan menyebabkan edema, kongesti, nekrosis, dan akhirnya ruptur atau perforasi dari dinding usus dengan akibat peritonitis.
Muntah refluks dapat terjadi akibat distensi abdomen. Muntah mengakibatkan kehilangan ion hidrogen dan kalium dari lambung, serta menimbulkan penurunan klorida dan kalium dalam darah, yang akhirnya mencetuskan alkalosis metabolik. Dehidrasi dan asidosis yangg terjadi kemudian disebabkan karena hilangnya cairan dan natrium. Dengan kehilangan cairan akut, shok hipo volemik dapat terjadi
Manifestasi klinis. Gejala awal biasanya berupa nyeri, kram yang terasa seperti gelombang dan bersifat kolik. Pasien dapat mengeluarkan darah dan mukus, tetapi bukan materi fekal dan tidak terdapat flatus. Terjadi muntah pola ini adalah karakter yang sering muncul.
Pada obstruksi komplek gelombang peristaltik pada awalnya menjadi sangat keras dan akhirnya berbalik arah, dan isi usu terdorong kedepan mulut. Apabila obstruksi terjadi pada ileum, maka muntah fekal dapat terjadi. Pertama pasien memuntahkan isi lambung, kemudian isi deodenum dan jejunum yang mengandung empedu dan akhirnya disertai nyeri paroksisme, pasien memuntahkan isi ileum yaitu suatu bahan mirip fekal yang berwarna gelap.
Tanda yang pasti dari dehidrasi adalh pasien mengalami haus terus menerus, mengantuk, malaise umum, dan lidah serta membran mukosa mengalami pecah-pecah. Abdomen menjadi distensi, semakin kebawah obstruksi di area gastrointestinal yang terjadi, semakin jelas adanya distensi abdomen. Apabila obstruksi berlanjut tidak diatasi terjadi shock akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.
Evaluasi diagnostik. Diagnosa didasarkan pemeriksaan yang digambarkan diatas serta pemeriksaan sinar-X.sinar-X terhadap abdomen akan menunjukkan kuantitas abnormal dari gas dan atau cairan dalam usus. Pemeriksaan laboratorium misalnya pemeriksaan elektrolit dan DL akan menunjukkan gambaran dehidrasi dan kehiolangan volume plasma, dan kemungkinan infeksi.
Penatalaksanaan. Dekompresi usus melalui selang usus halus atau naso gastrik bermanfaat dalam mayoritas kasus. Apabila usus tersumbat secara lengkap maka stangulasi yang terjadi memerlukan interfensi bedah. Saebelum pembedahan terapi intra vena diperlukan untuk mengganti penipisan air, natrium, kalium, dan klorida.
Tindakan pembedahan terhadap obstruksi usus sangan tergantung pada penyebab obstruksi. Penyebab paling umum seperti hernia dan perlekatan, prosedur bedah mencakup perbaikan hernia atau pemisahan perlekatan pada usus tersebut. Pada beberapa situasi bagian dari usus yang terkena dapat diangkat dan dibentuk anastomosis. Kompleksitas prosedur bedah untuk obstruksi usus tergantung pada durasi obstruksi dan kondisi usu yang ditemukan selama pembedahan
 Obstruksi usus besar
Patofisiologis. Seperti pada obstruksi usus halus obstruksi usus besar mengakibatkan isi usus , cairan, dan gas berada proksimal disebelah obstruksi.
Obstruksi dalam kolon dapat menimbulkan distensi hebat dan perforasi kecuali gas dan cairan dapat mengalir balik melalui katup ilean.
Obstruksi usus besar meskipun lengkap biasanya tidak dramatis bila suplai kekolon tidak terganggu. Apabila suplai darah terhenti, terjadi stranulasi usus dan nekrosis kondisi ini mengancam hidup.
Pada usus besar dehidrasi terjadi lebih lambat dibandingkan pada usus halus karena kolon mampu mengabsorbsi isi cairannya dan dapat melebar sampai ukuran yang dipertimbangkan diatas kapasitas normalnya
Manifestasi klinis. Obstruksi usus besar berbeda secara klinis dari obstruksi usus halus, dalam hal ini gejala terjadi dan berlanjut relatif lambat. Pada pasien dengan obstruksi disigmoid atau rektum. Konstipasi dapat menjadi gejala satu-satunya selama beberapa hari. Akhirnya abdomen menjadi sangat distensi, loop dari usus besar menbjadi dapat dilihat dari luar melalui dinding abdomen, dan pasien menderita kram akibat nyeri abdomen bawah. Akhirnya terjadi muntah fekal. Dapat terjadi shok.
Evaluasi diagnostik. Diagnosis didapat pada pemeriksaan sintomatologi dan sinar-X. Sinar-X abdomen datar dan tinggi akan menunjukkan distensi kolon. Pemeriksaan barium dikontraindikasikan.
Penatalaksanaan bedah dan medis. Apabila obstruksi relatif tinggi dalam kolon, kolonoskopi dapt dilakukan untuk membuka lilitan dan dekompresi usus. Sekostomi, pembukaan secara bedah yang dibuat pada sekum, dapat dilakukan pada pasien yang beresiko buruk terhadap pembedahan dan sangat memerlukan pengangkatan obstruksi. Prosedur ini memberika jalan keluar untuk mengeluarkan gas dan sejumlah kecil rabas. Selang rektal dapat digunakan untuk dekompresi area yang ada dibawah usus.
Tindakan yang biasa dilakukan adalh reseksi bedah untuk mengangkat lesi penyebab obstruksi. Kolostomi sementara atau permanen mungkin diperlukan. Kadang-kadang anastomosis ileoanal dilakukan bila pengangkatan keseluruhan usus besar diperlukan

BAB III
PENUTUP


A. KESIMPULAN
Hernia adalah prostrusi dari organ melalui lubang defektif yang didapat atau kongenital pada dinding rongga yang secara normal berisi organ. Istilah hernia berasal dari bahasa Yunani “ERNOS” yang berarti penonjolan.
Bila ditinjau dari letaknya, hernia dibagi menjadi 2 golongan :
 Hernia eksterna.
• hernia inguinalis
• hernia inguinal indirek
• hernia inguinal direk
• hernia femoralis
• hernia umbilikalis
• hernia epigastrika
• hernia insisional
• hernia lain-lain
 Hernia interna
• Hernia difragmatika
 Macam obstruksi usus
• Obstruksi usus halus
• Obstruksi usus besar

B. SARAN
Dari beberapa penyakit dan penatalaksanaan nya yang sudah kami paparkan tersebut diatas, maka untuk para penderita penyakit hernia dan ileus dapat melakukan pengobatan pada pelayanan medis untuk kesembuhan penyakitnya



DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Suddart. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Schrock K. Theodore. 1995. Ilmu Bedah. Jakarta: EGC

Reeves J. Charlene. 2001. Keperawatan Mwdikal BEDAH. Jakarta: Salemba Medika

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: FK UI

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN ASMA

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Asma

Asma disebut juga sebagai reactive airway disease (RAD) adalah suatu penyakit obstruksi pada jalan nafas secara reversibel yang ditandai dengan bronchospasme, inflamasi dan peningkatan reaksi jalan nafas terhadap berbagai stimulan.
Asma terbagi atas :

• Asma alergi ; disebabkan oleh allergen misalnya serbuk sari, binatang, amarah, makanan, dan jamur.
• Asma idiopatik atau non alergik ; misalnya common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan yang dapat menimbulkan serangan, agen farmakologis : aspirin dan agens anti inflamasi nonsteroid lain, pewarna rambut, antagonis beta-adrenergik, dan agens sulfit.
• Asma gabungan ; merupakan bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakterisstik dari bentuk alergik maupun bentuk idiopatik atau nonalergik.
Tingkatan pada penderita asma:

1. Tingkat I Secara klinis normal, tanpa kelainan pemeriksaan fisik maupun fungsi paru. Pafa penderita ini timbul gejala bila ada faktor pencetus
2. Tingkat II Penderita tanpa keluhan dan kelainan pada pemeriksaan fisisk tetapi fungsi paru menunjukan obstruksi jalan nafas dan sering ditemukan setelah sembuh dari asma.
3. Tingkat III Pada penderita tanpa keluhan tetapi pada pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukan kelainan yaitu obstruksi jalan nafas, biasanya pasien yang telah sembuh dari asma tetapi tidak berobat secara teratur
4. Tingkat IV Penderita sesak nafas, butuh, nafas berbunyi pada pemeriksaan fisik dan obstruksi jalan nafas
5. Tingkat V Penderita pada stadium status asmatikus dimana keadaan asma berat dan perlu pertolongan medis darurat.
Tanda Dan Gejala Asma
1. Wheezing

2. Dyspnea dengan lama ekspirasi; penggunaan otot-otot asesoris tambahan pernafasan cuping hidung, retraksi dada, dan stridor.

3. Batuk kering (tidak produktif) karena sekresi kental dan lumen jalan nafas.

4. Tachipnoe, ortopnea

5. Gelisah

6. Diaphorosis

7. Nyeri abdomen karena terlibatnya otot abdomen dalam pernafasan

8. Fatigue

9. Tidak toleran terhadap aktivitas, makan, bermain, berjalan bahkan bicara.

10. Kecemasan , labil, dan perubahan tingkat kesadaran

11. Meningkatnnya ukuran diameter anteroposterior (barrel chest)

12. Serangan yang tiba-tiba atau berangsur-angsur

Penyebab Asma:
a. Faktor intrinsic
Infeksi : para influenza virus, pneumonia, micoplasmal.
Fisik : cuaca dingin, perubahan temperatur, iritan kimia, polusi udara ( CO, asap rokok dan parfum)
Emosional : takut, cemas, dan tegang
Aktivitas berlebihan
b. Factor ekstrinsik
Reaksi antigen dan antibody, karena inhalasi allergen (debu, serbuk-serbuk, bulu binatang).

Pemeriksaan Penunjang Asma
1. Foto rontgen; selama episode akut rontgen dada dapat menunjukkan hiperinflasi dan pendataran diafragma.

2. Pemeriksaan fungsi paru, dapat ditemukan menurunnya tidal volume, kapasitas vital, eosinofil biasanya meningkat dalam darah atau sputum

3. Pemeriksaan alergi; test kulit + yang menyebabkan reaksi melepuh dan hebat yang dapaat mengidentifikasikan allergen spesifik.

4. Pulse oximetry ; ditemukan saturasi O2 perifer menurun ( cyanosis )

5. Analisa gas darah; menunjukkan hipoksia selama serangan akut, awalnya terdapat hipokapnea dan respirasi alkalosis, PCO2 yang rendah.

Penatalaksanaan Asma
1. serangan akut dengan oksigen nasa atau masker.
2. Terapi cairan parenteral
3. Terapi penngobatan sesuai program : Agonis reseptor beta adrenergik, pengobatan yang terbaik untuk penanganan asma dan mencegah serangan asma yang mungkin dipicu oleh olah raga. Bronkodilatator; merangsang pelebaran saluran udara oleh reseptor beta-adrenergik.(Terbutalin, Salbutamol, Fenetotol, Teofilin). Kortikosteroid; menghalangi respon perasdangan dan sangat efektif dalam mengurangi gejala asma. Jika digunakan dalam jangka panjang, secara bertahap akan menyebabkan berkurangnya kecendrungan terjadinya serangan asma dengan mengurangi kepekaan saluran udara terhadap sejumlah rangsangan. Obat antikolinergik bekerja menghalangi kontraksi otot polos dan pembentukan lendir yang berlebihan didalam bronkkus asetilkolin.
4. Terapi nebulizer pada serangan akut asma berat, oba-obat yang bisa diberikan adalah Agens adrenegik berupa epinefrin, albuterol, metaproterenol, isopoterenol dan terbutalin.
Diagnosa Keperawatan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Asma (NANDA )
1. Kebersihan jalan nafas tidak efektif b/d spasme jalan nafas, sekresi tertahan, banyaknya mucus. (NANDA)
2. Pola nafas tidak efektif b/d spasme jalan nafas, kelelahan otot pernafasan ( NANDA )
3. Gangguan pertukaran gas b/d bronchospasme, kerusakan alveoli (NANDA)
4. Intoleran aktivitas Activity Intolerance b/d ketidakseimbangan suply O2 dengan kebutuhan (NANDA)
5. Kurang pengetahuan: tentang penyakit asma b/d kurangnya sumber-sumber informasi. (NANDA)
6. Cemas/Anxiety b/d krisis situasi: perubahan status kesehatan (NANDA)
7. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d peningkatan BMR, sesak nafas, intoleran terhadap aktifitas (NANDA)
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Asma Selengkapnya dibawah:
perawatpskiatri.blogspot.com_Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Asma